LEAVING THE COMFORT ZONE
Seberapa
pentingkah untuk meninggalkan zona nyaman? Sangat penting, terutama bagi
pengembangan potensi diri. Sebagai seorang yang besar bersama orang tua di kota
tempat saya mengenyam pendidikan, saya tentu mendapatkan zona yang sangat
nyaman disini. Tidak perlu memikirkan biaya kos, biaya makan, atau biaya air
dan listrik. Tak perlu nyuci pakaian, nyuci piring, dan masak.
Setidaknya saya bersama zona nyaman saya hingga menyelesaikan semester tiga.
Setelah menyelesaikan semester tiga, yang terkenal dengan sebutan semester
neraka karena dihuni oleh lima lab, saya pun memutuskan untuk mulai mandiri dan
meninggalkan zona nyaman. Langkah pertama untuk menjadi seorang yang mandiri
adalah mandiri secara finansial. Sejak awal semester 4 saya memutuskan untuk
bekerja paruh waktu untuk menafkahi diri saya. Yah, terlepas dari keinginan
untuk lepas dari orang tua, motivasi utama saya adalah meringankan beban orang
tua saya yang harus menghidupi enam orang anak.
Pekerjaan
paruh waktu yang saya geluti adalah menjadi seorang pengajar. Masih teringat
ketika pertama kali saya mengajar privat anak SD kelas enam di daerah
Hertasning, sekitar 8 km dari rumah saya. Waktu itu upah saya adalah hanya 18
ribu/pertemuan. Durasi 1 pertemuan adalah 1 jam setengah. Saya bekerja di bawah
naungan sebuah institusi lembaga kursus privat yang dikenalkan oleh teman saya.
Ketika itu, saya akan menerima gaji ketika 12 pertemuan telah selesai.
Terburu-buru saya dalam mengejar setoran tersebut dengan datang ke rumah siswa
tiga kali dalam seminggu. Ketika mendapatkan gaji pertama, wah perasaan saya
sangatlah senang, meskipun tidak seberapa, tapi ternyata sensasi mencari uang
sendiri ternyata sangat menyenangkan.
Dua
bulan setelah bergabung, saya memutuskan untuk keluar dari lembaga privat.
Kemudian saya melanjutkan karir mengajar saya di suatu lembaga bimbingan
belajar di Makassar sebagai tentor Bahasa Inggris. Bimbingan belajar ini juga
merupakan bimbingan belajar saya sejak kelas 10 hingga 12 SMA. Pengalaman
menjadi siswa memudahkan saya dalam membawakan materi-materi. Apalagi ditambah
dengan upgrading yang rutin diadakan
tiap minggu, menjadikan saya sebagai seorang mass communicator yang baik dan meningkatkan kemampuan public speaking saya. Honor yang saya
terima ketika mengajar adalah 11 ribu/jam + uang transport 7.500. Jadi kalo dua
jam mengajar, honor saya adalah Rp. 29.500. Memang tidak berarti banyak, tapi
ilmu yang saya dapat dari pengalaman ini sungguh sangat berarti. Tidak seperti
tempat sebelumnya, di lembaga bimbel (sebutan singkat bimbingan belajar) saya
harus mengajar banyak orang, mulai dari siswa yang cerdas hingga siswa yang
bandel dalam satu ruangan. Mulai dari kelas 3 SD hingga kelas 3 SMA. Beberapa challenge ini yang justru semakin meningkatkan
kemampuan komunikasi dan penguasaan materi saya. Tidak hanya harus mengajar di
kelas, Saya juga harus menjadi pembahas soal Ujian Nasional di atas panggung di
saksisan oleh ribuan siswa. Tidak hanya menjadi seorang pengajar, terkadang
saya harus rangkap menjadi tenaga marketing
juga yang datang ke satu sekolah ke sekolah lain, hingga ke kabupaten-kabupaten.
Wow sungguh pengalaman yang tidak mungkin
saya dapatkan di bangku kuliah.
Saat menjadi pemateri dalam Try Out Akbar menuju UN 2014 |
Satu
setengah tahun saya bekerja bersama lembaga. Saya telah belajar banyak dinamika
bisnis pendidikan. Kemudian saya keluar dan mulai mandiri lagi dalam mencari
sesuap nasi. Berbekal dari jam terbang dan kenalan, akhirnya saya ditawari
untuk mengajar privat lagi. Kali ini saya tidak usah melalui lembaga. Hasil
yang saya peroleh pun semakin tinggi yakni mencapai 50 ribu/pertemuan. Satu pertemuan
yakni 1,5 jam.
Berbekal
upah dari mengajar ini plus uang beasiswa senilai Rp. 330.000/bulan, saya bisa
melanjutkan pendidikan saya. Namun, dibalik sebuah achievement, tentu ada cost
yang harus dibayar. Konsekuensi dari keputusan saya ini adalah saya harus
pandai dalam membagi waktu antara bekerja, kuliah, organisasi, dan kompetisi.
Terkadang saya harus puas dengan hasil ujian yang tidak terlalu tinggi,
terkadang juga saya nyontek tugas teman, saya pun harus mengurangi jam tidur saya.
Namun
semuanya berhubungan. Saya yang sebagai tentor, anggota organisasi Bahasa,
Mahasiswa Engineering, semuanya
terpadu menciptakan keunikan diri saya. Segala pelajaran dan pengalaman
kemudian saya tuangkan kedalam bentuk karya hingga bisa mewakili kampus dalam
berbagai event-event, mewakili
Indonesia dalam berbagai acara Internasional, dan memenagkan lomba karya tulis
Internasional. Kesemuanya adalah hasil dari kesabaran dan keridho-an Allah SWT.
Dua
bulan sebelum wisuda saya kemudian dapat tawaran untuk mengajar privat dengan
honor Rp. 150.000/pertemuan. Sungguh ini menjadi rezeki yang tidak terduga
sekali datangnya. Dengan uang yang terkumpul itu, saya bisa menyelesaikan
kuliah saya hingga di batas akhir yakni hingga wisuda.
Beberapa
hari setelah wisuda, saya kemudian mendapatkan kesempatan untuk menjadi co-facilitator
dengan upah Rp. 500.000/session. Sungguh ini merupakan hasil dari kemauan untuk
belajar dan meninggalkan zona nyaman. Bersamaan dengan itu semua, rejeki datang
silih berganti. Tiga bulan terakhir ini, penulis sering dilibatkan dalam acara
nasional secara berturut-turut dibiayai untuk mengikuti kegiatan di Pulau Jawa dan
tinggal di hotel yang mewah. Hingga tulisan ini diselesaikan, penulis sudah
berkeliling di tiga benua baik dalam kesempatan pertukaran pelajar, workshop, conference, dan lain
sebagainya.
Saat pertukaran pelajar di Australia - 2013 |
Saat Pertukaran Pelajar di Amerika Serikat - 2015 |
Saat mengikuti Summit di Kuala Lumpur Malaysia - 2015 |
Saat Mengikuti Workshop di Kamboja - 2016 |
Tinggalkan
zona nyamanmu hadapi tantangan mu. Semua ada prosesnya dan akan indah pada waktunya. Semoga sukses.
Comments
Post a Comment