Pengalaman Mengganti Passport yang Hilang di Kantor Imigrasi Makassar

Jadi, setelah melakukan full searching operation terhadap paspor saya, akhirnya saya menyatakan bahwa paspor saya ini hilang setelah bencana banjir kemarin. Pencarian ini sudah seperti misi A bagi saya. Bayangkan, saya menghabiskan waktu satu minggu, di tiga rumah yang berbeda, di dua kabupaten yang terpisah lebih dari 200 km. Saya benar-benar tidak ingin melewatkan event yang akan saya kunjungi di Myanmar pada tanggal 15 Maret pagi. Jadi passport harus beres pada tanggal 14 Maret. Ganbatte Zul.

Mungkin beberapa dari kita bertanya-bertanya dalam hati bagaimana prosedur mengganti paspor yang hilang/rusak terutama di kantor imigrasi Makassar. Semoga tulisan rentetan skenario ini bermanfaat yah.

A. Paspor dinyatakan hilang (Senin, 11 Maret 2019)
Sesaat setelah menyatakan paspor ini hilang, saya kemudian pergi ke kantor Polsek Manggala untuk membuat surat keterangan hilang. Surat ini bersifat WAJIB jika ingin membuat paspor baru. Meskipun saya meminta permohonan pembuatan surat di malam hari, tapi alhamdulillah, bapak polisinya sangat berbaik hati.

Biaya: Biaya pembuatan surat di polsek Manggala gratis, dan tidak ada tukang parkir.


B. Pagi-pagi buta berangkat ke Kantor Imigrasi kelas I di Jl. Alauddin (Selasa, 12 Maret 2019 - 7 Pagi)
Setelah bangun pagi dan menyemangatkan diri (Meskipun masih agak mengantuk), akhirnya saya berangkat ke Kantor Imigrasi kelas I di Jl. Alauddin, alasannya karena kantor imigrasi ini lebih dekat, hanya sekitar 15 menit berkendara motor. Saya juga tidak lupa singgah ke tempat foto copy, untuk menggandakan beberapa dokumen persyaratan. Akhirnya apa? Akhirnya Nihil, karena di kantor imigrasi ini tidak bisa mengurus pembuatan paspor yang hilang atau rusak. So, teman-teman sekalian skip langkah ini yah. Sekedar info, datang pagi tidak berarti dilayani terlebih dahulu. Maklum antrian orang indonesia, antrian melebar, bukan memanjang, masih semi modern guys.

Biaya: Parkir (I really hate to pay this kind of unofficial officer): Rp. 0 (hahaha..)
Biaya foto copy 1000 rupiah.


C. Menuju ke kantor Imigrasi Daya (8.30 Pagi)
Tidak buang waktu, saya kemudian ke kantor imigrasi yang ada di Daya (Jl. Perintis). Meskipun sudah menerima paspor sebanyak dua kali, tapi disini tetap saja melakukan checking berkas seperti layaknya mengurus paspor baru. Bedanya ditambah surat keterangan hilang aja. Itu ji. Jadi berkas-berkas yang saya bawa adalah:
1. Surat Keterangan hilang dari Kepolisian
2. Ijazah terakhir (Tapi ini salah, simak cerita di bagian E)
3. Kartu Keluarga (KK)
4. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
5. Akte Kelahiran.

Alhasil, dari 5 dokumen yang saya bawa diatas, ternyata KK dan KTP-ku tidak sinkron dengan dokumen lainnya. Wow, ini disebabkan karena ketidak-konsistensian data. Nama dan tanggal tidak seragam mengharuskan saya mencari cara bagaimana supaya seluruh dokumen ini sinkron. Saya kemudian keluar dan menuju ke kantor kecamatan.

Biaya: Rp. 0 (Tidak ada petugas parkir, alhamdulillah)
Oh iyah, saya ada cerita lain untuk tempat parkir yang gratis di Makassar, liat disini.


D. Berhadapan dengan petugas di kantor kecamatan. (10.30 pagi)
Di kantor kecamatan, saya hendak untuk mengubah tanggal lahir di KTP dari yang tertulis kelahiran 1993, saya mau ubah ke 1994, sesuai dengan akte kelahiran saya. Tapi, dokumen saya ditolak. Karena KK menunjukkan data 1993. Saya kemudian pulang ke rumah untuk mencari KK lama. Siapa tahu KK lama benar, dan KK baru salah. wkwkwk

Biaya: Rp. 0 (Meskipun ada tukang parkir, tapi saya bilang ke dia saya akan kembali lagi)


E. Sampai di Rumah (10.45 pagi)
Saya mencari KK yang lama. Dan ternyata, yes, disitu tertulis 1993 juga, which is memang salah input dari awal. Aduh, kenapa kah ini datanya tidak konsisten sekali. Dan ini hanya terjadi sama saya, seluruh adikku datanya konsisten semua. Kenapa hanya saya? Awwah, saya yakin, jawabannya karena kedua orang tua saya menyanyangi saya. Itu ji..
Well, selain mencari KK, saya juga mencari Ijazah SMP saya. Kenapa SMP? Ternyata ijazah terakhir seperti yang saya baca di banyak artikel, ternyata tidak berlaku di imigrasi Daya. Katanya karena ijazah S1 tidak menuliskan nama orang tua. Jadi cari ijazah SMA ke bawah. Ijazah SMA ada di kosan, jadi tinggal ijazah SMP yang masih ada di rumah.

Biaya: Rp. 0 (Dan alhamdulillah makan siang gratis di rumah. Nasi pake ikan asin. Sederhana tapi Wuenak)


F. Kembali ke kantor kecamatan (11.45 siang)
Seperti janji saya ke tukang parkir, akhirnya saya kembali ke kantor kecamatan, dengan misi yang sama, yakni mengubah tahun kelahiran. Tapi, hasilnya nihil, ternyata di kantor kecamatan tidak bisa mengubah tahun kelahiran dan nama. Semua harus dilakukan di Dinas Catatan Sipil (Discapil) di Jl. Alauddin. Jadi, teman-teman, skip ke kantor camat, okay!

Biaya: Rp. 1000 (Harusnya 2 ribu, tapi tukang parkirnya terima-terima saja, okay fix, kita lanjut!)


G. Ke Discapil (12.45 siang)
Saya sebenarnya sudah mau menyerah dengan kepengurasan mengganti paspor ini. Udah tidak sanggup. Bolak-bolak ke Alauddin, Antang city, Perintis. Bro, ini ujung pukul ujung. Tapi dengan kesabaran dan semangat pantang menyerah, saya harus memaksakan diri ke sana. Kondisi di Discapil dipadati orang. Di luar aja udah banyak manusianya, apalagi pas masuk kedalam. Tapi sebenarnya ini luarnya aja sih. hahaha. Proses antrian tidak begitu lama. Tapi, di loket pengambilan lah yang lama, dan penerbitan suratnya juga lama. Harus menunggu 3 hari. Tapi, kalo saya mengikuti prosedur ini, bisa-bisa saya tidak berangkat ke Myanmar. Well, untuk memecahkan masalah ini, kemampuan negosiasi harus keluar mas bro. Jadi, saya menceritakan kondisi saya, dan mbaknya alhamdulillah koperatif dengan memberikan saya dokumen sementara alias draft dan surat keterangan NIK. Dokumen inilah yang kemudian saya bawa ke kantor Imigrasi.

Biaya: Rp. 2000 (Parkir, okay, I need to pay this time)


H. Balik lagi ke Imigrasi (15.00 sore)
Berbekal dokumen dari discapil, saya kebut motor supaya bisa sampai di kantor imigrasi jam 3 sore. And again, dokumen ku ditolak lagi. Ya Allah, salah apa saya ini. Setelah bernegosiasi dan mengeluarkan jurus yang sama, yakni menceritakan niat saya ingin ke LN segera, akhirnya kakak imigrasi ini mengerti dan sangat koperatif. Dia menyarankan untuk datang besok, dengan catatan, draft KK harus di-tandatangani dan di-stamp oleh pihak discapil, dan surat kontrak beserta dengan tiket yang telah dibeli harus di-print dan disertakan besok. Kata dia, tetap akan ada kemungkinan paspor akan dicetak sebelum tanggal 15. Semoga yah, amiin, besok kisah akan berlanjut.

Biaya: Rp. 0 (udah tahu kan, parkirnya gratis)


I. Ke tempat print (07.20 malam)
Sesuai instruksi, saya harus print kontrak kerja dan tiket yang telah dibeli. Buka laptop di warkop (Tidak mau saya sebutkan nama warkopnya, nanti dibilang promosi, haha), dan kemudian download surat kerja dan tiket di email dan pindahkan ke flash disk. Tanpa mandi sore, saya pergi ke tempat print.

Biaya: Rp. 4000


J. Keesokan harinya, berangkat ke kantor Discapil lagi (13 Maret, 09.00 Pagi)
Sesuai instruksi lagi, saya mencari tanda tangan dan stamp dari petugas discapil. Setelah masuk ke loket antrian mbak yang kemarin saya datangi, saya menceritakan bahwa draft ini harus ditandatangani dan di-stamp. Tapi, ternyata permintaan saya tidak dikabulkan, alasannya karena draft memang tidak untuk disahkan. Kemudian saya disuruh masuk ke ruang tata usaha. Di ruang tata usaha ini saya menceritakan urgensi dari pengesahan draft ini. Dan, hasilnya tetap sama, yakni tidak bisa. Tapi mereka memberi solusi yakni KK yang baru pembuatannya bisa dipercepat. Dari yang mulanya tiga hari, bisa di-cut jadi dua hari karena alasan urgensi. Kemudian saya kembali ke counter dan melapor instruksi yang diberikan dari ruang tata usaha. Senang sekali mbak yang menjaga di counter ini sangat cooperative. Saya sebenarnya ragu kalo pengurusan KK baru ini akan cepat, melihat buanyakk-nya jumlah manusia di discapil pada saat itu. Tapi, dengan izin Allah, ternyata KK ku udah selesai, beberapa menit setelah mbaknya pergi mengecek dan meninggalkan counter desk. Pada jam 9.30, Saya pun mengucapkan terima kasih dan izin pamit.

Biaya: Parkir Rp. 1500 (Again bro..)


K. Kembali lagi ke Imigrasi Daya (10.15 pagi)
Bayangkan jaraknya ini discapil dan kantor imigrasi daya. Discapil terletak beberapa meter dari perbatasan Makassar dan Gowa, sedangkan Imigrasi berada beberapa kilo dari perbatasan Makassar - Maros. Dan, saya tidak satu kali pulang balik Alauddin - Daya. Tercatat ini sudah ketiga kalinya. Bayangkan kemacetan Makassar yang harus saya lewati, kadang-kadang juga hujan, menambah tingkat ke-dramatisiran kisah ini.
Dengan penuh keyakinan, saya datang ke imigrasi. "Insha Allah lolos mi ini dokumenku, dan alhamdulillah setelah sedikit koreksi dan fotocopy ulang, akhirnya berkasku tembus di counter checking berkas. Saya disuruh ke lantai dua, aduh saya lupa apa nama department-nya, tapi petugas counter checking menuliskannya di mapku.
Di ruangan tersebut saya bertemu dengan dua petugas. Disini dokumen ku lagi-lagi dinyatakan tidak lengkap dan belum bisa diproses. Ya Allah, ini tinggal berapa hari lagi coba, kenapa kah susah sekali berurusan sama aparat di republik ini. Kata officer-nya, saya harus pergi ke kelurahan meminta surat keterangan banjir. Haduh, menambah cobaan hamba di hari ini.

Biaya: Fotocopy Rp. 2000


L. Keribetan sungguh terlalu dalam mengurus surat keterangan banjir. (11.00 menjelang siang)
Masih belum sarapan, saya harus bolak balik dari negeri Alauddin, Daya, kemudian Antang city. Men, ini sungguh terlalu keribetannya. Tapi, mau bagaimana lagi, saya harus ikut sistemnya. Dengan perasaan yang udah campur aduk, saya bergegas, agak sedikit balap menuju Antang city. Tempat berhenti pertama di kantor kelurahan. Dan lagi, betapa tidak mudahnya mengurus sepucuk surat berbubuh stamp dan tanda tangan disini. Saya harus melengkapi syarat berupa (1. Surat pengantar dari RT/RW, 2. Fotcop KK, 3. Fotcop KTP, 4. Fotcop bukti pembayaran PBB). Matilah saya ini harus mengejar pak RT/RW yang saya sendiri tidak kenal siapa, belum lagi harus bongkar dokumen di rumah cari bukti pembayaran PBB.

And you know what, at the beginning, saya salah masuk RW. Saya masuk ke RW 05, ku kira karena saya tinggal di blok 5, berarti saya termasuk warga RW 05. Ternyata, saya RW 09, which is RW baru, ketuanya aja baru dilantik yang berarti kemungkinan belum ada kelengkapan administrasinya. Saya kemudian tanya mama, ketua RT siapa yah. Syukurlah beliau mau menemani ke rumah pak RT, dan untung saja pak RT-nya lagi berada di rumah tetangga. Pengurusan surat pengantar alhamdulillah mulus.

Sesampai di rumah, seluruh warga rumah ku mencari bukti pembayaran PBB. Saya bisa melihat dengan mata batin bahwa mereka merasakan kegundahan yang saya alami. Hampir saja saya nyerah dan bergegas ke kantor kecamatan. Untungnya, 0,5 detik sebelum saya pergi, mama nemu bukti pembayaran aslinya. Oh God, thanks for giving me such a wonder woman like her in my life. Mau nangis menuliskan ini.

Sesampainya di kantor kelurahan, tahu tidak, saya ditolak lagi. Kenapa? karena bukti pembayaran PBB yang saya bawa adalah yang tahun 2017, dan mereka suruh saya bayar dulu baru suratnya keluar. Astaga, bukan masalah gak bisa bayar, tapi ini udah jam berapa? Akhirnya, tinggalah ku sendiri, terpaku menatap langit. (Ayo siapa yang nyanyi ayo).

Saya kemudian tinggal sendiri di ruangan dan petugasnya masuk ke kantor ga tahu ngapain. Come on, saya disini butuh bantuan Anda. Akhirnya, dengan memenuhi instruksi saya ke bank Sulselbar di Antang. Sempat macet gara-gara rombongan pengantar mayat, kemudian, saya memutuskan parkir motor dan ikut jalan kaki hingga sampai di Bank. Dan ternyata, ketika saya masuk, surprisingly tidak ada orang disana. Coba bayangkan! sebuah bank, di jam istirahat, gak ada orang, even satpam. Okay lah kalo begitu, saya manfaatkan waktu istirahat ini untuk makan siang juga. Setelah menghabiskan makanan ku (no food waste, okay!!), saya kembali ke bank Sulselbar, dan masih sama bro, tidak ada orang, meskipun udah jam 13.10. Disana udah banyak customer yang menunggu. Wow, sangat bagus pelayanan bank ini, saya sampai geleng kepala.

Akhirnya saya pake metode pembayaran lain untuk menghindari antrian customer yang saya yakin masih antrian jaman purba. You know what, di bank ini saya benar-benar tidak menemukan loket pengambilan nomor antrian. And everybody else does the same. Don't you think, this is old-dated?

Akhirnya saya bisa bayar di pos Tamangapa di depan pintu gerbang perumnas antang. Saya pun balik lagi ke kantor lurah, dan itupun masih menunggu ibunya balik dari istirahatnya yang tidak panjang. Tapi saya ucapkan terima kasih akhirnya surat ku ini beres juga.

Biaya: Materai Rp. 10.000, foto copy 2 ribuan, Bensin botol 10.000, Bayar parkir di kantor pos 1500. Total 21 ribu 5 ratus rupiah.


M. Menghadapi petugas imigrasi (episode 1032), jam 14.30.
Setelah dapat surat keterangan dari lurah, saya benar-benar balap menuju kantor imigrasi, dengan harapan berkas saya bisa diproses se-segara mungkin. Dan lagi, terjadi, peristiwa terperih yang selalu kau beri (Ayo, ini liriknya lagunya siapa?)..

Dan lagi, ternyata berkas ku tidak langsung diproses. Dengan alasan, akan ada rapat internal, saya diminta untuk datang lagi besok, untuk foto, dan bla bla bla. Yang bikin stress karena saya disuruh datang besok siang. What???? Besok siang? Ya ampun, sementara saya udah butuh passportnya besok. Saya kemudian minta besok jam 10 aja. Alhamdulillah mbaknya mau. Proses hari ini pun selesai di pukul 15.00.

Saya tidak langsung pulang, saya duduk dulu di ruang tunggu sambil dengar lagu yang menggambarkan kerasnya kehidupanG. Semangatku benar-benar menipis. Saya seperti kehilangan asa. Mari kita lihat episode-nya besok. Keknya bakalan penuh drama lagi deh..


N. Kembali lagi ke Imigrasi (Episode 3037), jam 10.45
Sesuai dengan janji, saya datang jam 10 (lewat empat puluh menit, haha). Telat dikit karena harus cari-cari laundry express in case kalo saya benar-benar berangkat besok, dan saya juga cari-cari ATM untuk siapkan uang pembayaran paspor. Tapi sebenarnya alasan utamanya adalah memang karena saya telat bangun. Hahaha.

Meskipun saya sampe 10.45, ternyata petugasnya tidak ada di ruangan. Kata anak PKL yang jaga disitu, kak (sebut saja Mawar), lagi sedang rapat di Maros. Dan lagi, saya menunggu. Tapi syukurlah, anak PKL inilah yang kemudian menghubungi saya. Cek per cek, dokumennya udah beres. Hadeuh, tahu begitu, saya datang pagi-pagi atau biar nunggu sampe sore, supaya bisa proceed ke biometri dan pembayaran.

Setelah berkas lolos, yang disertai berita acara dari kemenkumham, saya bisa lanjut untuk foto dan sidik jari, tapi melalui antrian dulu. Sempat nunggu beberapa menit, akhirnya nama saya dipanggil ke loket 5. Sebelum foto, terlebih dahulu saya diwawancarai. Beberapa pertanyaannya adalah, mau kemana, sekarang kerja apa, sampe pertanyaan pernah umroh sebelumnya atau tidak. Setelah cap cis cus dan bercanda sedikit, akhirnya.... akhirnya saya menunggu lagi. Menunggu giliran foto.

Nama saya dipanggil untuk foto dan sidik jari di tempat yang berbeda, yakni loket 6. Semuanya lancar-lancar saja. Petugasnya friendly dan cooperative, sampai dia memberitahukan saya bahwa pengambilan paspor empat hari kerja yah pak. Spontan, saya menceritakan keadaan saya, dan dia terlihat mengerti, dan membantu sebisanya. Dia minta tolong temannya untuk menanyakan ini ke atasan. Secercah harapan melihat mereka yang dengan tulus mau menolong. Tapi, setelah petugas ini balik dari ruangan atasannya, dia memberitahukan bahwa tidak ada kemungkinan paspor saya akan jadi hari ini. Hancur betul hati saya pada saat itu. Kemudian mbak yang di loket lima, memberitahu saya, "tulis meki nomor HP ta di map, pokoknya kalo sudah diproses kita print cepat ji itu," mendengar ini harapan saya kembali datang.

Tepat jam 12 siang, saya bergegas pergi ke pos yang ada di luar ruangan untuk melakukan pembayaran. Tapi, karena petugasnya lagi istirahat saya melakukan pembayaran di bank, yang saya tahu, kalo jam makan siang pun, mereka masih ada layanan. Saya sangat tergesa-gesa, tapi dengan harapan, paspor saya bisa dicetak hari ini juga. Selepas pembayaran, perasaan saya lega, dan menyerahkan ini sepenuhnya ke yang Diatas. Saya makan dengan tenang, tapi masih was-was. Jam 2 siang, saya kembali ke kantor imigrasi, sempat sholat dulu sebelum kembali masuk ke ruangan itu. Rasanya, air wudhu pada saat itu sangat mendinginkan kepala ku. Setelah duduk beberapa saat di masjid, saya masuk ke ruang tunggu. Mempelajari skema sambil melihat ruangan ke siapa saya harus mengadu. Semua petugas sibuk, saya hanya tidak enak untuk cut pekerjaan mereka dan keinginan ku untuk cetak paspor hari ini terdengar oleh orang lain. Rasanya terlalu egois.

Mata saya tertuju ke ruang pengaduan, dan saya rasa ruangan ini privat. Saya ke dalam, pertama kali masuk, saya tidak langsung menghadap ke petugas, mungkin karena belum pede. Saya baru menyatakan keluh kesah ini pada saat masuk ke ruangan yang kedua kalinya. Dan hasil percakapan ini sangat merobek hati saya. Singkat cerita, udah tidak ada possibility paspor saya cetak hari ini. Hancur lah asa berangkat ke Myanmar.

Saya kemudian berpikir, untuk memanfaatkan waktu untuk mencari paspor yang hilang. Tapi kemudian, saya menemukan cara ini TIDAK benar. Saya masuk ke ruang pengaduan untuk ketiga kalinya menanyakan skenario itu, "bisa tidak pak, jika saya menemukan paspor yang lama, saya bisa menggunakannya untuk travel?". Jawaban yang saya dapat: "TIDAK, secara otomatis saya akan tertolak oleh sistem". Harapanku pupus 100 persen. Membutuhkan waktu paling cepat tiga hari setelah pembayaran baru paspor ini bisa terbit. Saya pun keluar dari ruangan sekitar pukul 15.30. I am falling to pieces.

Biaya: 655.000 (Biaya penerbitan paspor, ada breakdown-nya tersendiri) + 2 ribu (parkir di bank)


O. Pengambilan Paspor (Rabu, 20 Maret 2019)
Sesuai dengan instruksi yang diberikan kepada saya oleh petugas (meskipun sakit), bahwa pengambilan paspor bisa diambil setelah empat hari kerja. Itu berarti Sabtu dan Minggu tidak include yah geng. Untuk mengambil paspor, jangan lupa membawa bukti pembayaran dan lembaran barcode pengambilan. Lembaran barcode pengambilan di-scan di loket pengambilan paspor dan kemudian keluar nomor antrian. Alhamdulillah tanpa menunggu lama, saya dipanggil dan pasporku bisa saya ambil dan bawa pulang.

Penilaian terhadap seluruh proses: Kantor imigrasi Makassar melayani dengan sangat baik dan sangat transparan. Jadi menurutku, ikuti saja seluruh rangkaian proses dan instruksi yang diberikan.


URUS PASPOR HILANG IN A NUTSHELL
Siapkan berkas (fotocopy dan dokumen asli):
1. Keterangan hilang dari kantor polisi
2. Surat keterangan dari lurah (tergantung dari alasan kenapa paspor hilang/rusak) misal, surat keterangan banjir
3. Ijazah SMA ke bawah (Bisa SMP dan SD)
4. Kartu Keluarga
5. Akte Kelahiran
6. Kartu Tanda Penduduk
7. Dokumen lain yang diperlukan (Misal, tiket keberangkatan atau surat kontrak kerja)
8. Siapkan dana pembayaran Rp. 655.000 dan biaya-biaya pendukung (foto copy, print dokumen, dan tentunya yang paling saya benci parkir)
9 Papor akan terbit dalam 3-4 hari kerja. Simpan bukti pembayaran dan barcode dari kantor imigrasi baik-baik, untuk pengambilan paspor.

Semua dokumen harus sinkron baik nama, tanggal dan tempat lahir. Seluruh copy-an tidak ada yang di fotocopy terpotong, melainkan fotocopy satu lembar penuh.


REFLEKSI
Buat teman-teman budiman yang membaca ini, jangan pernah menghilangkan paspor. Kalo pun toh hilang, jangan mudah menyerah mencarinya terlebih dahulu. Kalo pun toh, udah fix hilang/rusak seperti kejadian saya, saya menyarankan menyiapkan dulu dokumen-dokumen nya. Pastikan semua data sinkron. Karena bolak balik dari satu kantor ke kantor lain cobaannya luar biasa berat.

Atau, kalo yang mau mengurus paspor, mulai dari sekarang rapihkan data administratif kewarganegaraan. Karena untuk mengurus ini, memerlukan waktu. Akan lebih bagus kalo mengurusnya tidak dalam keadaan terburu-buru seperti saya.

Dari kisah ini, saya bisa menarik kesimpulan sederhana. Kesimpulan ini murni opini dari saya. Bahwa, urusan birokrasi itu memang berat. Dan dari pengalaman ini, saya benar-benar merasakan sebuah ke-posesif-an suatu negara terhadap warga negaranya. Meskipun dengan adanya sistem seperti ini, kita bisa dilindungi oleh negara, tapi mungkin justru saking dilindunginya, saya merasa ada unsur ke-posesifan yang merasuk ke diri saya. Bahwa kita ini mempunyai label. Kamu kewarganegaraan apa? Apakah kamu bisa masuk ke negara saya tanpa visa? Apakah kamu diakui oleh negara lain? Sebagai seorang eksplorer, hidup dengan batas geografi itu terkadang sangat menyulitkan.

Sekian cerita ini. Semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

IELTS Academic Writing Task 1 - Map

IELTS Writing Task 1 - Process

Naik pete-pete apa ke Mall Panakkukang?